BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam pendidikan
dibutuhkan suatu manajemen yang teratur, dan untuk mewujudkan manajemen yang
teratur maka dibuatlah suatu perencanaan
pendidikan. Perencanaan pendidikan dimaksudkan untuk mempersiapkan semua
komponen pendidikan agar dapat terlaksana proses belajar mengajar yang baik
dalam penyelenggaraan pendidikan dalam mencapai sasaran pendidikan seperti yang
diharapkan.
Dalam
perkembangan keilmuan manajemen pendidikan bahwa perencanaan pendidikan telah
berlangsung sejak tahun 70-an. Perencanaan pendidikan telah digunakan untuk
memberi orientasi yang tepat dalam memahami pendidikan bagi pembangunan sumber
daya manusia.
Di negara-negara
maju, berkembang dan miskin menggunakan berbagai macam pendekatan dalam perencanaan
pendidikan. Perencanaan pendidikan merupakan suatu proses rasional dalam
perumusan kebijaksanaan suatu instrument dan teknik dalam penentuan prioritas
dan merupakan bagian integral dari perencanaan pembangunan social ekonomi suatu
bangsa, serta merupakan jembatan penghubung antara harapan peserta didik, orang
tua, masyarakat, dan pemerintah dalam mencapai tujuan pendidikan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat di identifikasi beberapa
masalah sebagai berikut :
1. Apakah
pengertian perencanaan pendidikan ?
2. Apa
sajakah pendekatan pada perencanaan pendidikan ?
1.3. Tujuan penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah untuk
mengetahui :
1. Pengertian
perencanaan pendidikan
2. Pendekatan
perencanaan pendidikan
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Pendekatan Perencanaan Pendidikan
Pendekatan
merupakan serangkaian asumsi dasar dalam memecahkan berbagai masalah yang
saling berkaitan. Pendekatan berfungsi mendiskripsikan hakikat yang akan dilakukan
dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Pendekatan dapat berwujud cara pandang,
filsafat atau kepercayaan yang diyakini kebenarannya.
Sedangkan
berbicara tentang perencanaan pendidikan, para ahli banyak memberikan definisi,
di antaranya sebagai berikut:
1. Guruge
bahwa “A simple definition of educational planning is the process of preparing decisions for action in the future
in the field of edocational development is the function of educational
planning.” Dengan demikian menurut Guruge bahwa perencanaan pendidikan adalah
proses mempersiapkan kegiatan di masa depan dalam pembangunan pendidikan adalah
tugas dari perencanaan pendidikan.
2. Albert
Waterston bahwa: “Functional planning involves the application of a rational
system of choices among feasibel cources of educational invesment and the other
development actions baseon a consideration of economic and sosial cost and
benefits.”
Atau dengan kata lain
bahwa perencanaan pendidikan adalah
investasi pendidikan yang dapat dijalankan dan kegiatan-kegiatan pembangunan
lain yang didasarkan atas pertimbangan ekonomi, dan biaya serta keuntungan sosial
3. Menurut
Coombs bahwa perencanaan pendidikan adalah suatu penerapan yang rasional dari
analisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan
itu lebih efektif dan efesien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para
peserta didik dan masyarakat.
4. Menurut
Jusuf Enoch perencanaan pendidikan adalah suatu usaha melihat ke masa depan
dalam hal menemukan kebijaksanaan, prioritas dan biaya pendidikan dengan
mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial dan
politik untuk pengembangan potensi sistem pendidikan nasional memenuhi
kebutuhan bangsa dan anak didik yang dilayani oleh sistem tersebut.
Definisi
perencanaan pendidikan apabila disimpulkan dari beberapa pendapat tersebut adalah suatu proses
intelektual yang berkesinambungan dalam menganalisis, merumuskan, dan menimbang
serta memutuskan dengan keputusan yang harus diambil dan mempunyai konsistensi
internal yang berhubungan secara sistematis dengan keputusan-keputusan lain
dalam rangka mencapai tujuan bersama
yakni tujuan pendidikan nasional.
2.2. Pendekatan Perencanaan Pendidikan
Suatu
perencanaan pendidikan memerlukan pendekatan agar terlaksana secara sistematis
dan terorganisir untuk mencapai apa yang diharapkan. Ada beberapa perencanaan
pendidikan yaitu :
1. Pendekatan
Tuntutan Sosial (social demand approach)
Tuntutan sosial
terhadap pendidikan dapat dipahami sebagai upaya melaksanakan pendidikan atas
kebutuhan masyarakat, pendidikan sebagai upaya pembangunan masyarakat. UNESCO
memberikan beberapa pengertian tentang tuntutan sosial, pertama adalah bahwa
hal ini terjadi karena adanya desakan dari banyak orang untuk memasuki
pendidikan. Disini pendidikan di pandang sebagai kebutuhan sosial yang harus
dipenuhi dan wajib diberikan kepada anggota masyarakat dalam suatu negara yang
berdaulat dan merdeka. Kedua, tuntutan sosial yaitu jumlah dan jenis pendidikan
yang dibutuhkan untuk menjamin keharmonisasian dan pembangunan masyarakat.
Perencanaan
pendidikan yang menggunakan pendekatan kebutuhan sosial, oleh para ahli disebut
pendekatan yang bersifat tradisional, karena fokus atau tujuan yang hendak
dicapai dalam pendekatan kebutuhan sosial ini lebih menekankan pada:
1) Tercapainya
pemenuhan kebutuhan atau tuntutan seluruh individu terhadap layanan pendidikan
dasar;
2) Pemberian
layanan pembelajaran untuk membebaskan populasi usia sekolah dari tuna aksara
(buta huruf);
3) Pemberian
layanan pendidikan untuk membebaskan rakyat dari rasa ketakutan dari
penjajahan, dari kebodohan dan dari kemiskinan. Oleh karena itu pendekatan
kebutuhan sosial ini biasanya dilaksanakan
pada negara-negara yang baru meraih kemerdekaan dari penjajahan, dengan
kondisi masyarakat pribumi yang terbelakang pendidikannya dan kondisi sosial
ekonominya.
Apabila
pendekatan kebutuhan sosial ini dipakai, maka ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan atau diperhatikan oleh penyusun perencanaan dalam merancang
perencanaan pendidikan, antara lain:
1) melakukan
analisis tentang pertumbuhan penduduknya;
2) Melakukan
analisis tentang tingkat partisipasi warga masyarakatnya dalam pelaksanaan
pendidikan, misalnya melakukan analisis persentase penduduk yang berpendidikan
dan yang tidak berpendidikan, yang dapat memberikan kontribusi dalam
peningkatan layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan;
3) Melakukan
analisis tentang dinamika atau gerak (mobilitas) peserta didik dari sekolah
tingkat dasar sampai perguruan tinggi, misalnya kenaikan kelas, kelulusan, dan
dropout;
4) Melakukan
analisis tentang minat atau keinginan warga masyarakat tentang jenis layanan
pendidikan di sekolah;
5) Melakukan
analisis tentang tenaga pendidik dan kependidikan yang dibutuhkan, dan dapat
difungsikan secara maksimal dalam proses layanan pendidikan;
6) Melakukan
analisis tentang keterkaitan antara output satuan pendidikan dengan tuntutan
masyarakat atau kebutuhan sosial di masyarakat (Sa’ud, S. dan Makmun A,S. 2007;
Usman, H. 2008).
Pada negara-negara
berkembang sekitar pada tahun 1970-an pendekatan ini banyak digunakan karena
tingginya tingkat masyarakat atau warga negara yang buta huruf. OECD
(Organization Economic Coopration Development) yang melakukan penelitian pada
lima negara : Prancis, Republik Jerman, Yunani dan Inggris (OECD:1979) Dan
Swedia (OECD:1978).
Menurut Jusuf
(1993) bahwa kelemahan pendekatan ini yaitu tidak memperhatikan besarnya
sumber-sumber dana karena terfokus pada pemenuhan kebutuhan masyarakat
terhadapa pendidikan dan cenderung mengabaikan keseimbangan antar sektor lain
tentang kebutuhan tenaga kerja yang perlu dilahirkan dari lulusan pendidikan.
Bahkan penerimaan murid dalam jumlah yang banyak akan mengakibatkan sulitnya
meningkatkan kualitas pendidikan. Bahkan pnerimaan murid dalam jumlah yang
banyak akan mengakibatkan sulitnya meningkatkan kualitas pendidikan. Kritik
terhadap pendekatan ini, adalah cenderung memandang pembangunan pendidikan
secara sepihak. Pendidikan adalah murni sebagai kepentingan pemenuhan hak asasi
manusia dan mengabaikan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat untuk
meningkatkan ekonomi masyarakat.
Ada beberapa
kelebihan dan kekurangan penggunaan pendekatan kebutuhan sosial dalam
perencanaan pendidikan. Diantara sisi positif pendekatan ini antara lain:
1) Pendekatan
ini lebih cocok untuk diterapkan pada
masyarakat atau negara yang baru merdeka dengan kondisi kebutuhan sosial,
khususnya layanan pendidikan masih sangat rendah atau masih banyak yang buta
huruf;
2) Pendekatan
ini akan lebih cepat dalam memberikan pemerataan layanan pendidikan dasar yang
dibutuhkan pada warga masyarakat, karena keterbelakangan di bidang pendidikan
akibat penjajahan, sehingga layanan pendidikan yang diberikan langsung
bersentuhan dengan kebutuhan sosial yang mendasar yang dirasakan oleh
masyarakat.
Sedangkan sisi
kelemahan pendekatan kebutuhan sosial ini antara lain:
1) Pendekatan
ini cederung hanya untuk menjawab persoalan yang dibutuhkan masyarakat pada
saat itu, yaitu pemenuhan kebutuhan atau tuntutan layanan pendidikan dasar
sebesar-besanya, sehingga mengabaikan pertimbangan efisiensi pembiayaan pendidikan;
2) Pendekatan
ini lebih menekankan pada aspek kuantitas (jumlah yang terlayani
sebanyak-banyaknya), sehingga kurang memperhatikan kualitas dan efektivitas
pendidikan, oleh karena itu pendekatan ini terkesan lebih boros;
3) Pendekatan
ini mengabaikan ciri-ciri dan pola kebutuhan man power yang diperlukan di
sektor kehidupan ekonomi, dengan demikian hasil atau output pendidikan
cenderung kurang bisa memenuhi tuntutan kebutuhan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi terkini;
4) Pendekatan
ini lebih menekankan pada aspek pemerataan pendidikan (dimensi kuantitatif) dan
kurang mementingkan aspek kualitatif. Disamping itu pendekatan ini kurang
memberikan jawaban yang komprehensif dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan,
karena lebih menekankan pada aspek pemenuhan kebutuhan sosial, sementara aspek
atau bidang kehidupan yang lain kurang diperhatikan.
2. Pendekatan
Ketenagakerjaan
Perencanaan
pendidikan yang menggunakan pendekatan ini lebih mengutamakan keterkaitan
antara output (lulusan) layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan dengan
tuntutan atau keterserapan akan kebutuhan tenaga kerja di masyarakat. Apabila
pendekatan ini dipakai oleh para penyusun perencanaan pendidikan, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
1) Melakukan
kajian atau analisis tentang beragam kebutuhan yang diperlukan oleh dunia kerja
yang ada di masyarakat secermat mungkin;
2) Melakukan
kajian atau analisis tentang beragam bekal pengetahuan dan ketrampilan apa yang
perlu dimiliki oleh peserta didik agar mereka mampu menyesuaikan diri secara
cepat (adaptif) terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi
di dunia kerja;
3) Mengkaji
atau menganalisis tentang sistem layanan pendidikan yang terbaik dan mampu
memberikan bekal yang cukup bagi siswa untuk terjun di dunia kerja, oleh karena
itu perlu dilakukan analisis peluang kerja dan menjalin kerjasama antara
lembaga pendidikan dengan dunia usaha dan industri (link and match).
Pendekatan
ketenagakerjaan ini banyak digunakan di negara-negara berkembang menjelang perang
dunia II manakala pada saat itu terjadi “surplus labour”, pembenahan tenaga
kerja dalam bidang industri pertanian (Lewis:1955 dikutip Psacharprulos:1987).
Revolusi sumber daya manusia (Human Capital) di negara-negara berkembang dan
maju dalam bidang teknologi menuntut diperkuatnya lembaga pendidikan dalam
mencetak lulusan-lulusannya untuk mengisi sektor industri.
Untuk menyambut
pertumbuhan ekonomi, dengan meningkatkan produktivitas, pendekatan
ketenagakerjaan banyak digunakan para ahli ekonomi dalam memahami pendidikan
dalam pembangunan nasional. Kebutuhan akan lulusan perguruan tinggi dengan
kualifikasi keahlian-keahlian yang dibutuhkan dunia ekonomi baik industri
manufaktur atau jasa negara-negara berkembang dan maju menjadi tantangan dunia
pendidikan.
Perencanaan pendidikan pendekatan
tenaga kerja berarti berupaya membentuk sistem pendidikan baik eksternal
ataupun internal proses pendidikan agar mampu menampung dan mencetak lulusan
yang relevan dengan suatu perkiraan kebutuhan pendidikan untuk pembangunan
ekonomi. Knowles (1977:2714) mengungkapkan bahwa ada sembilan langkah yang
harus dilakukan dalam perencanaan, seperti yang pernah dilakukan dalam
penelitian yang dilakukan OECD (Organization Economic Cooperation Development)
pada tahun 1961 di Eropa, Yunani, Italia, Portugal, Spanyol, Turki dan
Yogoslavia, yaitu :
1) Mempersiapkan
suatu daftar tenaga kerja pada tahun tertentu setiap sektor dan cabang industri
dan dengan ketenagakerjaan
2) Memperkirakan
jenis pasar kerja untuk target satu tahun
3) Mengestimasi
seluruh karyawan pada masing-masing sektor dan cabang yang diperkirakan
pertahun
4) Mengalokasi
karyawan pada masing-masing sektor dan cabang di dalam kategori pekerjaan dan
agregat melalui kategori
5) Menyelaraskan
data syarat-syarat kategori pekerjaan dengan data persyaratan kualifikasi
pendidikan
6) Mengestimasi
penyediaan karyawan yang siap kerja dalam masing-masing atau pada tahun
tersebut
7) Menghitung
perubahan yang biasa terjadi dari berbagai jenjang dan tingkat kebutuhan sistem
pendidikan untuk menciptakan keseimbangan antara pengangkatan dan penyiapan
tenaga kerja
8) Menghitung
kebutuhan peserta didik pada tiap jenjang dan tingkat pendidikan dari sistem
pendidikan untuk memenuhi peningkatan tahun yang direkrut
9) Memperkirakan
guru dan fasilitas-fasilitas apa yang dibutuhkan untuk menghasilkan peningkatan
tersebut dan menghitung biaya tiap-tiap input
Ada beberapa
kelebihan dan kelemahan dari perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan
ketenagakerjaan. Beberapa kebaikan dari pendekatan perencanaan pendidikan
ketenagakerjaan, antara lain:
1) Proses
pembelajaran atau layanan pendidikan di satuan pendidikan mempunyai aspek
korelasional yang tinggi dengan tuntutan dunia kerja yang dibutuhkan
masyarakat;
2) Pendekatan
ini mengharuskan adanya keterjalinan yang erat antara lembaga pendidikan dengan
dunia usaha dan industri, hal ini tentu sangat positif untuk meminimalisir
terjadinya kesenjangan antara dunia pendidikan dengan dunia industri-usaha.
Beberapa
kelemahan dari pendekatan perencanaan pendidikan ketenagakerjaan, antara lain:
1) Mempunyai
peranan yang terbatas terhadap perencanaan pendidikan, karena pendekatan ini
telah mengabaikan peran sekolah menengah umum, dan lebih mengutamakan sekolah
menengah kejuruan untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja. Dalam realitasnya masih
banyak lulusan sekolah menengah kejuruan yang menganggur (output-nya
tidak terserap di dunia kerja);
2) Perencanaan
ini lebih menggunakan orientasi, klasifikasi, dan rasio antara permintaan dan
persediaan;
3) Tujuan
utamanya untuk memenuhi tuntutan dunia kerja, sedangkan disisi lain tuntutan
dunia kerja selalu berubah-ubah (bersifat dinamik) begitu cepat, sehingga
lembaga pendidikan kejuruan sering kurang mampu mengantisipasinya dengan baik
3. Pendekatan
Keefektifan Biaya
Pendekatan ini
berorientasi pada konsep Investment in human capital (investasi pada sumber
daya manusia). Pendekatan ini sering
disebut pendekatan untung rugi. Diantara ciri-ciri pendekatan ini antara lain:
1) Pendidikan
memerlukan biaya investasi yang besar, oleh karena itu perencanaan pendidikan
yang disusun harus mempertimbangkan aspek keuntungan ekonomis;
2) Pendekatan
ini didasarkan pada asumsi, bahwa: (a)
kualitas layanan pendidikan akan
menghasilkan output yang baik dan secara langsung akan memberi kontribusi pada
pertumbuhan ekonomi masyarakat; (b) sumbangan seseorang terhadap pendapatan
nasional adalah sebanding dengan tingkat pendidikannya; (c) perbedaan
pendapatan seseorang di masyarakat, ditentukan oleh kualitas pendidikan bukan
ditentukan oleh latar belakang sosialnya;
3) Perencanaan
pendidikan harus betul-betul diorientasikan pada upaya meningkatkan kualitas
SDM (penguasaan Iptek), dan dengan tersedianya kualitas SDM, maka diharapkan
income masyarakat akan meningkat; dan
4) Program
pendidikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi akan menempati prioritas
pembiayaan yang besar.
Pendekatan ini
sering digunakan dalam menganalisis program-program yang berhubungan dengan
institusi atau lembaga-lembaga tertentu. Proyek-proyek pendidikan cocok
menggunakan teknik ini terutama dalam mengkomperasikan biaya dan kefektifan
kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Dengan pendekatan ini, maka fungsi utama
dari perencanaan pendidikan berusaha mengadakan assesmen tentang efektivitas
dengan jalan menentukan hubungan antara tujuan-tujuan pendidikan yang
diharapkan dengan hasil yang dicapai oleh proyek-proyek pendidikan itu. Dapat
disimpulkan bahwa pendidikan ini sangat cocok diaplikasikan pada tingkat mikro.
Ada beberapa
kelebihan dan kelemahan dari perencanaan pendidikan dengan pendekatan keefektifan biaya. Kelebihan pendekatan keefektifan
biaya, antara lain:
1) Perencanaan
pendidikan yang disusun akan mempunyai aspek fungsional dan keuntungan
ekonomis, sehingga bentuk-bentuk layanan pendidikan yang dianggap kurang
produktif bisa ditiadakan melalui pendekatan efisiensi investasi; dan
2) Pendekatan
ini selalu memilih alternaif yang menghasilkan keuntungan lebih banyak daripada
biaya yang dikeluarkan.
Kelemahan
pendekatan keefektifan biaya, antara lain:
1) Akan
mengalami kesulitan dalam menentukan secara pasti biaya dan keuntungan (cost
and benefit) dari layanan pendidikan, terlebih apabila digunakan mengukur
keuntungan untuk periode atau masa yang akan datang;
2) Sangat
sulit untuk mengukur secara pasti atau menghitung keuntungan (benefit) yang
dihasilkan oleh seseorang dalam lapangan pekerjaan yang dikaitkan dengan layanan
pendidikan sebelumnya;
3) Pendekatan
ini mengabaikan hubungan antara penghasilan seseorang dengan faktor internal
individu (misalnya, motivasi, disiplin nurani, kelas sosial, orientasi hidup
individu, dan sejenisnya), dan hanya melihat hubungan antara tingkat pendidikan
dengan penghasilan;
4) Perbedaan
pendapatan seseorang sebenarnya tidak semata-mata menunjukkan kemampuan
produktivitas individual, tetapi ada faktor lain yang ikut menentukan yaitu
faktor konvensi sosial atau banyak dipengaruhi dari kerja kelompok; dan
5) Keuntungan
dari pendidikan pada dasarnya tidak hanya diukur berupa keuntungan finansial
(material), tetapi juga dapat dilihat dari keuntungan sosial-budaya
4. Pendekatan
Integratif
Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan
integrasi (terpadu) dianggap sebagai pendekatan yang lebih lengkap dan relatif
lebih baik daripada ketiga pendekatan di atas. Pendekatan ini sering disebut
dengan ‘pendekatan sistemik atau pendekatan sinergik’. Diantara ciri atau karakteristik
pendekatan integratif adalah, bahwa perencanaan pendidikan yang disusun
berdasarkan pada:
1) Keterpaduan orientasi dan
kepentingan terhadap pengembangan individu dan pengembangan sosial (kelompok);
2) Keterpaduan antara pemenuhan
kebutuhan ketenagakerjaan (bersifat pragmatis) dan juga mempersiapkan
pengembangan kualitas akademik (bersifat idealis) untuk mempersiapkan studi
lanjut;
3) Keterpaduan antara pertimbangan
ekonomis (untung rugi), dan pertimbangan layanan sosial-budaya dalam
rangka memberikan kontribusi terhadap terwujudnya integrasi sosial-budaya;
4) Keterpaduan pemberdayaan terhadap
sumber daya lembaga, baik sumber daya internal maupun sumber daya eksternal;
5) Konsep bahwa seluruh unsur yang
terlibat dalam proses layanan pendidikan (pelaksanaan program) di setiap satuan
pendidikan merupakan ‘suatu sistem’; dan
6) Konsep bahwa kontrol dan evaluasi
pelaksanaan program (perencanaan pendidikan) melibatkan semua pihak yang
berkaitan dengan proses layanan kualitas pendidikan, dengan tetap berada dalam
komando pimpinan atau kepala satuan pendidikan.
Sedangkan pihak-pihak yang dapat terlibat dalam
proses evaluasi pelaksanaan perencanaan pendidikan di setiap satuan pendidikan
adalah: (a) Kepala sekolah; (b) Guru; (c) Siswa; (d) Komite Sekolah, (e)
Pengawas sekolah; dan (f) Dinas pendidikan
Kelebihan dan
kelemahan pendekatan perencanaan pendidikan integrasi atau terpadu adalah: Pertama, kelebihan pendekatan terpadu antara
lain:
1) Semua
sumber daya (internal-eksternal) yang dimiliki dalam proses pengembangan
pendidikan akan terberdayakan secara baik dan seimbang;
2) Dalam
proses pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan memberikan peluang
secara maksimal kepada setiap warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan,
siswa dan komite sekolah (tokoh dan orang tua wali siswa) untuk berkontribusi
secara positif sesuai dengan status dan peran masing-masing;
3) Peluang
untuk pencapaian tujuan pendidikan yang telah dirumuskan akan lebih efektif,
karena dalam perencanaan terpadu memberikan porsi yang cukup besar bagi
pemberdayakan semua potensi yang dimiliki secara kelembagaan, dan menuntut
partisipasi aktif dari semua warga sekolah;
4) Perencanaan
pendidikan yang terpadu akan mampu menghadapi perubahan atau dinamika kehidupan
sosial, ekonomi dan budaya atau tingkat kompetisi yang begitu tinggi di semua
bidang kehidupan di era globalisasi;
5) Pelaksanaan
pendekatan perencanaan pendidikan terpadu secara baik akan mampu mensosialisasi
dan menginternalisasi setiap warga sekolah, untuk membangun sikap mental dan
pola perilaku yang integral atau multidimensional atau komprehensif dalam
memahami dan melaksanakan setiap agenda kehidupan di masyarakat; dan
6) Output dari
proses layanan pendidikan pada peserta didik akan lebih menampilkan
potret hasil pendidikan yang lengkap, baik kualitas akademiknya, kualitas
kepribadiannya dan kualitas ketrampilannya.
Kedua, kelemahan pendekatan terpadu antara
lain:
1) Pendekatan
ini memerlukan ketersediaan kualitas sumber daya manusia (pendidik dan tenaga
kependidikan), khususnya kualitas pengetahuan, mentalitas atau kepribadiannya,
dan spiritualnya. Dalam realitasnya menurut data Depdiknas 2006-2007, khususnya
tentang kualitas tenaga pendidik (guru) secara makro (Nasional) dari jenjang
pendidikan paling dasar sampai menengah atas yang betul-betul telah memenuhi standar
kualitas guru yang professional masih kurang dari 20 %, atau kurang lebih 80 %
guru-guru di Indonesia belum memiliki kualifikasi sebagai guru yang profesional
(Arifin, 2007). Hal ini tentu sangat menyulitkan proses pelaksanaan perencanaan
pendidikan yang integratif;
2) Perencanaan
pendidikan terpadu menuntut kualitas pengelolaan manajemen kelembagaan secara
transparan, akuntabel, demokratik dan visioner. Dalam realitasnya masih banyak
dijumpai pola pengelolaan manajemen di setiap satuan pendidikan yang tidak
selaras dengan prinsip-prinsip Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS);
dan
3) Perencanaan
pendidikan terpadu menuntut kualitas peran serta masyarakat (PSM), dalam
meningkatkan layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan, khususnya dalam melaksanakan
empat peran penting, yaitu sebagai: (a) pemberi pertimbangan (advisory);
(b) pendukung (supporting); (c) pengontrol (controlling);
dan (d) mediator (Depdiknas, 2006). Dalam realitasnya keempat peran tersebut
belum terlaksana dengan baik di setiap lembaga atau satuan pendidikan.
Jadi, uraian
tentang kelemahan pendekatan integratif atau terpadu atau sistemik sejatinya
tidak menyangkut ranah konseptual, tetapi lebih bersentuhan pada tataran unsur
pendudukung dalam pelaksanaan program (aplikasinya). Oleh karena itu secara
konseptual pendekatan perencanaan integrasi merupakan pendekatan yang paling
baik apabila dibandingkan dengan pendekatan yang lain yang lebih bersifat
parsial (sektoral). Hal yang paling kunci untuk mendukung pelaksanaan program pendidikan
pada perencanaan pendidikan integratif adalah: (a) terus mendorong pengembangan
kualitas SDM warga sekolah; (b) terus meningkatkan kualitas manajemen satuan
pendidikan berdasarkan prinsip-prinsip MPMBS; dan (c) terus meningkatkan
kualitas peran serta masyarakat (PSM) untuk mencapai tujuan pendidikan
5. Perencanaan
Partisipatoris
Kata
patrisipatoris berarti partisipasi, keterlibatan. Perencanaan partisipatoris
adalah perencanaan yang berupaya melibatkan semua stakeholder (pemangku
kepentingan) dalam proses perencanaan pendidikan (Pidarta, 1990). Perencanaan
ini melibatkan semua pihak yang berada dalam organisasi pendidikan mulai dari
guru, siswa, staf, orang tua, dan masyarakat sekitarnya. Dengan adanya
partisipasi tinggi semua pihak dalam perencanaan diharapkan keterlibatan dalam
melaksanakan perenanaan sebagai tanggung jawab bersama. Partisipasi akan
membengun komitmen semua pihak dalam peningkatan kemajuan sekolah.
Ada beberapa
aspek utama perencanaan partisipatori dalam meningkatkan partisipasi masyarakat,
yaitu :
1) Keterlibatan
guru siswa dan staf sekolah dalam proses perencanaan pendidikan di sekolah
2) Keterlibatan
orang tua dalam perencanaan untuk menciptakan partisipasi tinggi dalam
peningkatan mutu pendidikan
3) Hubungan
sekolah dengan masyarakat merupakan faktor pendukung keberhasilan sekolah dalam
melaksanakan pendidikan
4) Sekolah
sebagai sistem sosial menghadapi tantangan atau perubahan lingkungan sosial
yang berkembang
5) Proses
perencanaan partisipatori akan membangun rasa memiliki terhadap sekolah semakin
tinggi
Perencanaan
partisipatoris dapat dilakukan untuk meningkatka partisipasi semua pihak dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan. Proses perencanaan ini dapat dilakukan
sebagai berikut :
1) Membentuk
tim perencanaan sekolah yang ditugaskan pihak sekolah untuk mempersiapkan
perencanaan pendidikan
2) Tim
perencana menyiapkan alat-alat instrumen untuk melakukan assesment sekolah
3) Tim
melakukan penjaringan visi dan misi sekolah melalui pertemuan dengan semua
pihak; guru, siswa, staf sekolah, orang tua, dan tokoh masyarakat
4) Tim
perencana melakukan analisis SWOT terhadap sekolah
5) Tim
perencana menyusun perencanaan partisipatoris dengan menentukan aspek-aspek
yang menjadi perioritas dalam pendidikan
6) Menetapkan
dan menegaskan visi sekolah
7) Menegaskan
misi dan tujuan sekolah
8) Menyusun
kebijakan-kebijakan perioritas yang akan dilakukan sekolah untuk mencapai visi
dan misi sekolah
9) Menyusun
program-program sekolah
10) Menyusun
kegiatan-kegiatan sekolah
11) Menyusun
rencana tindakan sekolah
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Perencanaan
pendidikan adalah suatu proses intelektual yang berkesinambungan dalam
menganalisis, merumuskan, dan menimbang serta memutuskan dengan keputusan yang
harus diambil dan mempunyai konsistensi internal yang berhubungan secara
sistematis dengan keputusan-keputusan lain dalam rangka mencapai tujuan bersama yakni tujuan pendidikan nasional.
Suatu
perencanaan pendidikan memerlukan pendekatan agar terlaksana secara sistematis
dan terorganisir untuk mencapai apa yang diharapkan. Ada beberapa perencanaan
pendidikan yaitu : 1) Pendekatan tuntutan sosial adalah kumpulan tuntuntan yang
umum untuk memperoleh pendidikan, yakni jumlah dari tuntutan individu akan
pendidikan di suatu tempat, pada suatu waktu tertentu, di dalam suatu budaya
politik dan ekonomi tertentu. 2) Pendekatan ketenagakerjaan merupakan
pendekatan yang mendisain perencanaan pendidikan dikaitkan dengan pengembangan
tenaga manusia melalui pendidikan, guna memenuhi tuntutan kebutuhan sektor
perekonomian. 3) Pendekatan keefektifan biaya adalah suatu pendekatan yang
menitikberatkan pada keseimbangan antara keuntungan dan kerugian. 4) Pendekatan
integratif sering disebut dengan pendekatan sistemik atau pendekatan sinergik.
3.2. Kritik dan Saran
Demikianlah makalah ini
diselesaikan, semoga
makalah ini dapat bermanfaat baik bagi para para pembaca khususnya bagi kami
selaku penulis. Kelebihan dan kesempurnaan adalah hanya milik Tuhan semata. Jika ada
kekurangan dan kesalahan itu dikarenakan kekhilafan penyusun makalah ini. Untuk
itu kiranya memberikan saran dan kritikan yang membangun. Serta
arahan dan bimbingan dari semua pihak, terutama dari Dosen Pembimbing
DAFTAR PUSTAKA
Sa’ud,
S. dan Makmun A,S. 2007. Perencanaan
Pendidikan, Suatu Pendekatan Komprehensif. Remaja Rosdakarya. Jakarta
Usman,
H. 2008. Manajemen Teori Praktik dan
Riset Pendidikan.Bumi Aksara. Jakarta
Abin,
S. Makmun, dkk. 2001. Perencanaan
Pembangunan Pendidikan. Depdiknas. Jakarta.
Asrin.
2011. Perencanaan Pendidikan
Terima Kasih atas artikelnya..
BalasHapusSangat membantu sekali
Semoga semakin banyak orang yang membaca artikel ini...
Salam Sukses...
Terima kasih atas artikelnya..Semoga berkah ilmu yang diperoleh
BalasHapusTerima kasih Jasa Pembuatan Toko Online serta Cara Promosi Online Shop dan Cara Promosi di Instagram dan Cara Promosi Produk juga Cara Berjualan Online dan Cara Berdagang Online serta
BalasHapusGrosir Jilbab Murah serta Jilbab Instan Terbaru dan Jilbab Segi Empat Terbaru
Jasa Pembuatan Web Murah Berkualitas.