Selamat Datang di Blog Seftianisa Amay dan Megi Yusuf Hamid

Kamis, 07 Januari 2016

PENDEKATAAN PERENCANAAN PENDIDIKAN



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang Masalah
Dalam pendidikan dibutuhkan suatu manajemen yang teratur, dan untuk mewujudkan manajemen yang teratur maka dibuatlah suatu perencanaan  pendidikan. Perencanaan pendidikan dimaksudkan untuk mempersiapkan semua komponen pendidikan agar dapat terlaksana proses belajar mengajar yang baik dalam penyelenggaraan pendidikan dalam mencapai sasaran pendidikan seperti yang diharapkan.
Dalam perkembangan keilmuan manajemen pendidikan bahwa perencanaan pendidikan telah berlangsung sejak tahun 70-an. Perencanaan pendidikan telah digunakan untuk memberi orientasi yang tepat dalam memahami pendidikan bagi pembangunan sumber daya manusia.
Di negara-negara maju, berkembang dan miskin menggunakan berbagai macam pendekatan dalam perencanaan pendidikan. Perencanaan pendidikan merupakan suatu proses rasional dalam perumusan kebijaksanaan suatu instrument dan teknik dalam penentuan prioritas dan merupakan bagian integral dari perencanaan pembangunan social ekonomi suatu bangsa, serta merupakan jembatan penghubung antara harapan peserta didik, orang tua, masyarakat, dan pemerintah dalam mencapai tujuan pendidikan.
1.2.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat di identifikasi beberapa masalah sebagai berikut :
1.    Apakah pengertian perencanaan pendidikan ?
2.    Apa sajakah pendekatan pada perencanaan pendidikan ?
1.3.  Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah untuk mengetahui :
1.    Pengertian perencanaan pendidikan
2.    Pendekatan perencanaan pendidikan






BAB II
PEMBAHASAN
2.1.  Pendekatan Perencanaan Pendidikan
Pendekatan merupakan serangkaian asumsi dasar dalam memecahkan berbagai masalah yang saling berkaitan. Pendekatan berfungsi mendiskripsikan hakikat yang akan dilakukan dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Pendekatan dapat berwujud cara pandang, filsafat atau kepercayaan yang diyakini kebenarannya.
Sedangkan berbicara tentang perencanaan pendidikan, para ahli banyak memberikan definisi, di antaranya sebagai berikut:
1.    Guruge bahwa “A simple definition of educational planning is the process of  preparing decisions for action in the future in the field of edocational development is the function of educational planning.” Dengan demikian menurut Guruge bahwa perencanaan pendidikan adalah proses mempersiapkan kegiatan di masa depan dalam pembangunan pendidikan adalah tugas dari perencanaan pendidikan.
2.    Albert Waterston bahwa: “Functional planning involves the application of a rational system of choices among feasibel cources of educational invesment and the other development actions baseon a consideration of economic and sosial cost and benefits.”
Atau dengan kata lain bahwa perencanaan  pendidikan adalah investasi pendidikan yang dapat dijalankan dan kegiatan-kegiatan pembangunan lain yang didasarkan atas pertimbangan ekonomi, dan  biaya serta keuntungan sosial
3.    Menurut Coombs bahwa perencanaan pendidikan adalah suatu penerapan yang rasional dari analisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efesien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan masyarakat.
4.    Menurut Jusuf Enoch perencanaan pendidikan adalah suatu usaha melihat ke masa depan dalam hal menemukan kebijaksanaan, prioritas dan biaya pendidikan dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada dalam bidang ekonomi, sosial dan politik untuk pengembangan potensi sistem pendidikan nasional memenuhi kebutuhan bangsa dan anak didik yang dilayani oleh sistem tersebut.
Definisi perencanaan pendidikan apabila disimpulkan dari beberapa  pendapat tersebut adalah suatu proses intelektual yang berkesinambungan dalam menganalisis, merumuskan, dan menimbang serta memutuskan dengan keputusan yang harus diambil dan mempunyai konsistensi internal yang berhubungan secara sistematis dengan keputusan-keputusan lain dalam rangka mencapai tujuan  bersama yakni tujuan pendidikan nasional.
2.2.  Pendekatan Perencanaan Pendidikan
Suatu perencanaan pendidikan memerlukan pendekatan agar terlaksana secara sistematis dan terorganisir untuk mencapai apa yang diharapkan. Ada beberapa perencanaan pendidikan yaitu :
1.    Pendekatan Tuntutan Sosial (social demand approach)
Tuntutan sosial terhadap pendidikan dapat dipahami sebagai upaya melaksanakan pendidikan atas kebutuhan masyarakat, pendidikan sebagai upaya pembangunan masyarakat. UNESCO memberikan beberapa pengertian tentang tuntutan sosial, pertama adalah bahwa hal ini terjadi karena adanya desakan dari banyak orang untuk memasuki pendidikan. Disini pendidikan di pandang sebagai kebutuhan sosial yang harus dipenuhi dan wajib diberikan kepada anggota masyarakat dalam suatu negara yang berdaulat dan merdeka. Kedua, tuntutan sosial yaitu jumlah dan jenis pendidikan yang dibutuhkan untuk menjamin keharmonisasian dan pembangunan masyarakat.
Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan kebutuhan sosial, oleh para ahli disebut pendekatan yang bersifat tradisional, karena fokus atau tujuan yang hendak dicapai dalam pendekatan kebutuhan sosial ini lebih menekankan pada:
1)   Tercapainya pemenuhan kebutuhan atau tuntutan seluruh individu terhadap layanan pendidikan dasar;
2)   Pemberian layanan pembelajaran untuk membebaskan populasi usia sekolah dari tuna aksara (buta huruf);
3)   Pemberian layanan pendidikan untuk membebaskan rakyat dari rasa ketakutan dari penjajahan, dari kebodohan dan dari kemiskinan. Oleh karena itu pendekatan kebutuhan sosial ini biasanya dilaksanakan  pada negara-negara yang baru meraih kemerdekaan dari penjajahan, dengan kondisi masyarakat pribumi yang terbelakang pendidikannya dan kondisi sosial ekonominya.
Apabila pendekatan kebutuhan sosial ini dipakai, maka ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan atau diperhatikan oleh penyusun perencanaan dalam merancang perencanaan pendidikan, antara lain:
1)   melakukan analisis tentang pertumbuhan penduduknya;
2)   Melakukan analisis tentang tingkat partisipasi warga masyarakatnya dalam pelaksanaan pendidikan, misalnya melakukan analisis persentase penduduk yang berpendidikan dan yang tidak berpendidikan, yang dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan;
3)   Melakukan analisis tentang dinamika atau gerak (mobilitas) peserta didik dari sekolah tingkat dasar sampai perguruan tinggi, misalnya kenaikan kelas, kelulusan, dan dropout;
4)   Melakukan analisis tentang minat atau keinginan warga masyarakat tentang jenis layanan pendidikan di sekolah;
5)   Melakukan analisis tentang tenaga pendidik dan kependidikan yang dibutuhkan, dan dapat difungsikan secara maksimal dalam proses layanan pendidikan;
6)   Melakukan analisis tentang keterkaitan antara output satuan pendidikan dengan tuntutan masyarakat atau kebutuhan sosial di masyarakat (Sa’ud, S. dan Makmun A,S. 2007; Usman, H. 2008).
Pada negara-negara berkembang sekitar pada tahun 1970-an pendekatan ini banyak digunakan karena tingginya tingkat masyarakat atau warga negara yang buta huruf. OECD (Organization Economic Coopration Development) yang melakukan penelitian pada lima negara : Prancis, Republik Jerman, Yunani dan Inggris (OECD:1979) Dan Swedia (OECD:1978).
Menurut Jusuf (1993) bahwa kelemahan pendekatan ini yaitu tidak memperhatikan besarnya sumber-sumber dana karena terfokus pada pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadapa pendidikan dan cenderung mengabaikan keseimbangan antar sektor lain tentang kebutuhan tenaga kerja yang perlu dilahirkan dari lulusan pendidikan. Bahkan penerimaan murid dalam jumlah yang banyak akan mengakibatkan sulitnya meningkatkan kualitas pendidikan. Bahkan pnerimaan murid dalam jumlah yang banyak akan mengakibatkan sulitnya meningkatkan kualitas pendidikan. Kritik terhadap pendekatan ini, adalah cenderung memandang pembangunan pendidikan secara sepihak. Pendidikan adalah murni sebagai kepentingan pemenuhan hak asasi manusia dan mengabaikan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.
Ada beberapa kelebihan dan kekurangan penggunaan pendekatan kebutuhan sosial dalam perencanaan pendidikan. Diantara sisi positif pendekatan ini antara lain:
1)   Pendekatan ini  lebih cocok untuk diterapkan pada masyarakat atau negara yang baru merdeka dengan kondisi kebutuhan sosial, khususnya layanan pendidikan masih sangat rendah atau masih banyak yang buta huruf;
2)   Pendekatan ini akan lebih cepat dalam memberikan pemerataan layanan pendidikan dasar yang dibutuhkan pada warga masyarakat, karena keterbelakangan di bidang pendidikan akibat penjajahan, sehingga layanan pendidikan yang diberikan langsung bersentuhan dengan kebutuhan sosial yang mendasar yang dirasakan oleh masyarakat.
Sedangkan sisi kelemahan pendekatan kebutuhan sosial ini antara lain:
1)   Pendekatan ini cederung hanya untuk menjawab persoalan yang dibutuhkan masyarakat pada saat itu, yaitu pemenuhan kebutuhan atau tuntutan layanan pendidikan dasar sebesar-besanya, sehingga mengabaikan pertimbangan efisiensi pembiayaan pendidikan;
2)   Pendekatan ini lebih menekankan pada aspek kuantitas (jumlah yang terlayani sebanyak-banyaknya), sehingga kurang memperhatikan kualitas dan efektivitas pendidikan, oleh karena itu pendekatan ini terkesan lebih boros;
3)   Pendekatan ini mengabaikan ciri-ciri dan pola kebutuhan man power yang diperlukan di sektor kehidupan ekonomi, dengan demikian hasil atau output pendidikan cenderung kurang bisa memenuhi tuntutan kebutuhan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini;
4)   Pendekatan ini lebih menekankan pada aspek pemerataan pendidikan (dimensi kuantitatif) dan kurang mementingkan aspek kualitatif. Disamping itu pendekatan ini kurang memberikan jawaban yang komprehensif dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan, karena lebih menekankan pada aspek pemenuhan kebutuhan sosial, sementara aspek atau bidang kehidupan yang lain kurang diperhatikan.
2.    Pendekatan Ketenagakerjaan
Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan ini lebih mengutamakan keterkaitan antara output (lulusan) layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan dengan tuntutan atau keterserapan akan kebutuhan tenaga kerja di masyarakat. Apabila pendekatan ini dipakai oleh para penyusun perencanaan pendidikan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
1)   Melakukan kajian atau analisis tentang beragam kebutuhan yang diperlukan oleh dunia kerja yang ada di masyarakat secermat mungkin;
2)   Melakukan kajian atau analisis tentang beragam bekal pengetahuan dan ketrampilan apa yang perlu dimiliki oleh peserta didik agar mereka mampu menyesuaikan diri secara cepat (adaptif) terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi di dunia kerja;
3)   Mengkaji atau menganalisis tentang sistem layanan pendidikan yang terbaik dan mampu memberikan bekal yang cukup bagi siswa untuk terjun di dunia kerja, oleh karena itu perlu dilakukan analisis peluang kerja dan menjalin kerjasama antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha dan industri (link and match).
Pendekatan ketenagakerjaan ini banyak digunakan di negara-negara berkembang menjelang perang dunia II manakala pada saat itu terjadi “surplus labour”, pembenahan tenaga kerja dalam bidang industri pertanian (Lewis:1955 dikutip Psacharprulos:1987). Revolusi sumber daya manusia (Human Capital) di negara-negara berkembang dan maju dalam bidang teknologi menuntut diperkuatnya lembaga pendidikan dalam mencetak lulusan-lulusannya untuk mengisi sektor industri.
Untuk menyambut pertumbuhan ekonomi, dengan meningkatkan produktivitas, pendekatan ketenagakerjaan banyak digunakan para ahli ekonomi dalam memahami pendidikan dalam pembangunan nasional. Kebutuhan akan lulusan perguruan tinggi dengan kualifikasi keahlian-keahlian yang dibutuhkan dunia ekonomi baik industri manufaktur atau jasa negara-negara berkembang dan maju menjadi tantangan dunia pendidikan.
Perencanaan pendidikan pendekatan tenaga kerja berarti berupaya membentuk sistem pendidikan baik eksternal ataupun internal proses pendidikan agar mampu menampung dan mencetak lulusan yang relevan dengan suatu perkiraan kebutuhan pendidikan untuk pembangunan ekonomi. Knowles (1977:2714) mengungkapkan bahwa ada sembilan langkah yang harus dilakukan dalam perencanaan, seperti yang pernah dilakukan dalam penelitian yang dilakukan OECD (Organization Economic Cooperation Development) pada tahun 1961 di Eropa, Yunani, Italia, Portugal, Spanyol, Turki dan Yogoslavia, yaitu :
1)      Mempersiapkan suatu daftar tenaga kerja pada tahun tertentu setiap sektor dan cabang industri dan dengan ketenagakerjaan
2)      Memperkirakan jenis pasar kerja untuk target satu tahun
3)      Mengestimasi seluruh karyawan pada masing-masing sektor dan cabang yang diperkirakan pertahun
4)      Mengalokasi karyawan pada masing-masing sektor dan cabang di dalam kategori pekerjaan dan agregat melalui kategori
5)      Menyelaraskan data syarat-syarat kategori pekerjaan dengan data persyaratan kualifikasi pendidikan
6)      Mengestimasi penyediaan karyawan yang siap kerja dalam masing-masing atau pada tahun tersebut
7)      Menghitung perubahan yang biasa terjadi dari berbagai jenjang dan tingkat kebutuhan sistem pendidikan untuk menciptakan keseimbangan antara pengangkatan dan penyiapan tenaga kerja
8)      Menghitung kebutuhan peserta didik pada tiap jenjang dan tingkat pendidikan dari sistem pendidikan untuk memenuhi peningkatan tahun yang direkrut
9)      Memperkirakan guru dan fasilitas-fasilitas apa yang dibutuhkan untuk menghasilkan peningkatan tersebut dan menghitung biaya tiap-tiap input
Ada beberapa kelebihan dan kelemahan dari perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan ketenagakerjaan. Beberapa kebaikan dari pendekatan perencanaan pendidikan ketenagakerjaan, antara lain:
1)   Proses pembelajaran atau layanan pendidikan di satuan pendidikan mempunyai aspek korelasional yang tinggi dengan tuntutan dunia kerja yang dibutuhkan masyarakat;
2)   Pendekatan ini mengharuskan adanya keterjalinan yang erat antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha dan industri, hal ini tentu sangat positif untuk meminimalisir terjadinya kesenjangan antara dunia pendidikan dengan dunia industri-usaha.
Beberapa kelemahan dari pendekatan perencanaan pendidikan ketenagakerjaan, antara lain:
1)   Mempunyai peranan yang terbatas terhadap perencanaan pendidikan, karena pendekatan ini telah mengabaikan peran sekolah menengah umum, dan lebih mengutamakan sekolah menengah kejuruan untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja. Dalam realitasnya masih banyak lulusan sekolah menengah kejuruan yang menganggur (output-nya tidak terserap di dunia kerja);
2)   Perencanaan ini lebih menggunakan orientasi, klasifikasi, dan rasio antara permintaan dan persediaan;
3)   Tujuan utamanya untuk memenuhi tuntutan dunia kerja, sedangkan disisi lain tuntutan dunia kerja selalu berubah-ubah (bersifat dinamik) begitu cepat, sehingga lembaga pendidikan kejuruan sering kurang mampu mengantisipasinya dengan baik
3.    Pendekatan Keefektifan Biaya
Pendekatan ini berorientasi pada konsep Investment in human capital (investasi pada sumber daya manusia).  Pendekatan ini sering disebut pendekatan untung rugi. Diantara ciri-ciri pendekatan ini antara lain:
1)   Pendidikan memerlukan biaya investasi yang besar, oleh karena itu perencanaan pendidikan yang disusun harus mempertimbangkan aspek keuntungan ekonomis;
2)   Pendekatan ini didasarkan pada asumsi, bahwa: (a)  kualitas  layanan pendidikan akan menghasilkan output yang baik dan secara langsung akan memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi masyarakat; (b) sumbangan seseorang terhadap pendapatan nasional adalah sebanding dengan tingkat pendidikannya; (c) perbedaan pendapatan seseorang di masyarakat, ditentukan oleh kualitas pendidikan bukan ditentukan oleh latar belakang sosialnya;
3)   Perencanaan pendidikan harus betul-betul diorientasikan pada upaya meningkatkan kualitas SDM (penguasaan Iptek), dan dengan tersedianya kualitas SDM, maka diharapkan income masyarakat akan meningkat; dan
4)   Program pendidikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi akan menempati prioritas pembiayaan yang besar.
Pendekatan ini sering digunakan dalam menganalisis program-program yang berhubungan dengan institusi atau lembaga-lembaga tertentu. Proyek-proyek pendidikan cocok menggunakan teknik ini terutama dalam mengkomperasikan biaya dan kefektifan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Dengan pendekatan ini, maka fungsi utama dari perencanaan pendidikan berusaha mengadakan assesmen tentang efektivitas dengan jalan menentukan hubungan antara tujuan-tujuan pendidikan yang diharapkan dengan hasil yang dicapai oleh proyek-proyek pendidikan itu. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan ini sangat cocok diaplikasikan pada tingkat mikro.
Ada beberapa kelebihan dan kelemahan dari perencanaan pendidikan dengan pendekatan  keefektifan biaya. Kelebihan pendekatan keefektifan biaya, antara lain:
1)   Perencanaan pendidikan yang disusun akan mempunyai aspek fungsional dan keuntungan ekonomis, sehingga bentuk-bentuk layanan pendidikan yang dianggap kurang produktif bisa ditiadakan melalui pendekatan efisiensi investasi; dan
2)   Pendekatan ini selalu memilih alternaif yang menghasilkan keuntungan lebih banyak daripada biaya yang dikeluarkan.
Kelemahan pendekatan keefektifan biaya, antara lain:
1)   Akan mengalami kesulitan dalam menentukan secara pasti biaya dan keuntungan (cost and benefit) dari layanan pendidikan, terlebih apabila digunakan mengukur keuntungan untuk periode atau masa yang akan datang;
2)   Sangat sulit untuk mengukur secara pasti atau menghitung keuntungan (benefit) yang dihasilkan oleh seseorang dalam lapangan pekerjaan yang dikaitkan dengan layanan pendidikan sebelumnya;
3)   Pendekatan ini mengabaikan hubungan antara penghasilan seseorang dengan faktor internal individu (misalnya, motivasi, disiplin nurani, kelas sosial, orientasi hidup individu, dan sejenisnya), dan hanya melihat hubungan antara tingkat pendidikan dengan penghasilan;
4)   Perbedaan pendapatan seseorang sebenarnya tidak semata-mata menunjukkan kemampuan produktivitas individual, tetapi ada faktor lain yang ikut menentukan yaitu faktor konvensi sosial atau banyak dipengaruhi dari kerja kelompok; dan
5)   Keuntungan dari pendidikan pada dasarnya tidak hanya diukur berupa keuntungan finansial (material), tetapi juga dapat dilihat dari keuntungan sosial-budaya
4.    Pendekatan Integratif
Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan integrasi (terpadu) dianggap sebagai pendekatan yang lebih lengkap dan relatif lebih baik daripada ketiga pendekatan di atas. Pendekatan ini sering disebut dengan ‘pendekatan sistemik atau pendekatan sinergik’. Diantara ciri atau karakteristik pendekatan integratif adalah, bahwa perencanaan  pendidikan yang disusun berdasarkan pada:
1)   Keterpaduan orientasi dan kepentingan terhadap pengembangan individu dan pengembangan sosial (kelompok);
2)   Keterpaduan antara pemenuhan kebutuhan ketenagakerjaan (bersifat pragmatis) dan juga mempersiapkan pengembangan kualitas akademik (bersifat idealis) untuk mempersiapkan studi lanjut;
3)   Keterpaduan antara pertimbangan ekonomis (untung rugi), dan pertimbangan  layanan sosial-budaya dalam rangka memberikan kontribusi terhadap terwujudnya integrasi sosial-budaya;
4)   Keterpaduan pemberdayaan terhadap sumber daya lembaga, baik sumber daya internal maupun sumber daya eksternal;
5)   Konsep bahwa seluruh unsur yang terlibat dalam proses layanan pendidikan (pelaksanaan program) di setiap satuan pendidikan merupakan ‘suatu sistem’; dan
6)   Konsep bahwa kontrol dan evaluasi pelaksanaan program (perencanaan pendidikan) melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan proses layanan kualitas pendidikan, dengan tetap berada dalam komando pimpinan atau kepala satuan pendidikan.
Sedangkan pihak-pihak yang dapat terlibat dalam proses evaluasi pelaksanaan perencanaan pendidikan di setiap satuan pendidikan adalah: (a) Kepala sekolah; (b) Guru; (c) Siswa; (d) Komite Sekolah, (e) Pengawas sekolah; dan (f) Dinas pendidikan
Kelebihan dan kelemahan pendekatan perencanaan pendidikan integrasi atau terpadu adalah: Pertama, kelebihan pendekatan terpadu antara lain:
1)   Semua sumber daya (internal-eksternal) yang dimiliki dalam proses pengembangan pendidikan akan terberdayakan secara baik dan seimbang;
2)   Dalam proses pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan memberikan peluang secara maksimal kepada setiap warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan, siswa dan komite sekolah (tokoh dan orang tua wali siswa) untuk berkontribusi secara positif sesuai dengan status dan peran masing-masing;
3)   Peluang untuk pencapaian tujuan pendidikan yang telah dirumuskan akan lebih efektif, karena dalam perencanaan terpadu memberikan porsi yang cukup besar bagi pemberdayakan semua potensi yang dimiliki secara kelembagaan, dan menuntut partisipasi aktif dari semua warga sekolah;
4)   Perencanaan pendidikan yang terpadu akan mampu menghadapi perubahan atau dinamika kehidupan sosial, ekonomi dan budaya atau tingkat kompetisi yang begitu tinggi di semua bidang kehidupan di era globalisasi;
5)   Pelaksanaan pendekatan perencanaan pendidikan terpadu secara baik akan mampu mensosialisasi dan menginternalisasi setiap warga sekolah, untuk membangun sikap mental dan pola perilaku yang integral atau multidimensional atau komprehensif dalam memahami dan melaksanakan setiap agenda kehidupan di masyarakat; dan
6)   Output dari proses layanan pendidikan pada peserta didik  akan lebih menampilkan potret hasil pendidikan yang lengkap, baik kualitas akademiknya, kualitas kepribadiannya dan kualitas ketrampilannya.
Kedua, kelemahan pendekatan terpadu antara lain:
1)   Pendekatan ini memerlukan ketersediaan kualitas sumber daya manusia (pendidik dan tenaga kependidikan), khususnya kualitas pengetahuan, mentalitas atau kepribadiannya, dan spiritualnya. Dalam realitasnya menurut data Depdiknas 2006-2007, khususnya tentang kualitas tenaga pendidik (guru) secara makro (Nasional) dari jenjang pendidikan paling dasar sampai menengah atas yang betul-betul telah memenuhi standar kualitas guru yang professional masih kurang dari 20 %, atau kurang lebih 80 % guru-guru di Indonesia belum memiliki kualifikasi sebagai guru yang profesional (Arifin, 2007). Hal ini tentu sangat menyulitkan proses pelaksanaan perencanaan pendidikan yang integratif; 
2)   Perencanaan pendidikan terpadu menuntut kualitas pengelolaan manajemen kelembagaan secara transparan, akuntabel, demokratik dan visioner. Dalam realitasnya masih banyak dijumpai  pola pengelolaan manajemen di setiap satuan pendidikan yang tidak selaras dengan prinsip-prinsip Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS); dan
3)   Perencanaan pendidikan terpadu menuntut kualitas peran serta masyarakat (PSM), dalam meningkatkan layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan, khususnya dalam melaksanakan empat peran penting, yaitu sebagai: (a) pemberi pertimbangan (advisory); (b) pendukung (supporting); (c) pengontrol  (controlling); dan (d) mediator (Depdiknas, 2006). Dalam realitasnya keempat peran tersebut belum terlaksana dengan baik di setiap lembaga atau satuan pendidikan.
Jadi, uraian tentang kelemahan pendekatan integratif atau terpadu atau sistemik sejatinya tidak menyangkut ranah konseptual, tetapi lebih bersentuhan pada tataran unsur pendudukung dalam pelaksanaan program (aplikasinya). Oleh karena itu secara konseptual pendekatan perencanaan integrasi merupakan pendekatan yang paling baik apabila dibandingkan dengan pendekatan yang lain yang lebih bersifat parsial (sektoral). Hal yang paling kunci untuk mendukung pelaksanaan program pendidikan pada perencanaan pendidikan integratif adalah: (a) terus mendorong pengembangan kualitas SDM warga sekolah; (b) terus meningkatkan kualitas manajemen satuan pendidikan berdasarkan prinsip-prinsip MPMBS; dan (c) terus meningkatkan kualitas peran serta masyarakat (PSM) untuk mencapai tujuan pendidikan
5.    Perencanaan Partisipatoris
Kata patrisipatoris berarti partisipasi, keterlibatan. Perencanaan partisipatoris adalah perencanaan yang berupaya melibatkan semua stakeholder (pemangku kepentingan) dalam proses perencanaan pendidikan (Pidarta, 1990). Perencanaan ini melibatkan semua pihak yang berada dalam organisasi pendidikan mulai dari guru, siswa, staf, orang tua, dan masyarakat sekitarnya. Dengan adanya partisipasi tinggi semua pihak dalam perencanaan diharapkan keterlibatan dalam melaksanakan perenanaan sebagai tanggung jawab bersama. Partisipasi akan membengun komitmen semua pihak dalam peningkatan kemajuan sekolah.
Ada beberapa aspek utama perencanaan partisipatori dalam meningkatkan partisipasi masyarakat, yaitu :
1)   Keterlibatan guru siswa dan staf sekolah dalam proses perencanaan pendidikan di sekolah
2)   Keterlibatan orang tua dalam perencanaan untuk menciptakan partisipasi tinggi dalam peningkatan mutu pendidikan
3)   Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan faktor pendukung keberhasilan sekolah dalam melaksanakan pendidikan
4)   Sekolah sebagai sistem sosial menghadapi tantangan atau perubahan lingkungan sosial yang berkembang
5)   Proses perencanaan partisipatori akan membangun rasa memiliki terhadap sekolah semakin tinggi
Perencanaan partisipatoris dapat dilakukan untuk meningkatka partisipasi semua pihak dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Proses perencanaan ini dapat dilakukan sebagai berikut :
1)   Membentuk tim perencanaan sekolah yang ditugaskan pihak sekolah untuk mempersiapkan perencanaan pendidikan
2)   Tim perencana menyiapkan alat-alat instrumen untuk melakukan assesment sekolah
3)   Tim melakukan penjaringan visi dan misi sekolah melalui pertemuan dengan semua pihak; guru, siswa, staf sekolah, orang tua, dan tokoh masyarakat
4)   Tim perencana melakukan analisis SWOT terhadap sekolah
5)   Tim perencana menyusun perencanaan partisipatoris dengan menentukan aspek-aspek yang menjadi perioritas dalam pendidikan
6)   Menetapkan dan menegaskan visi sekolah
7)   Menegaskan misi dan tujuan sekolah
8)   Menyusun kebijakan-kebijakan perioritas yang akan dilakukan sekolah untuk mencapai visi dan misi sekolah
9)   Menyusun program-program sekolah
10)    Menyusun kegiatan-kegiatan sekolah
11)    Menyusun rencana tindakan sekolah



BAB III
PENUTUP
3.1.  Kesimpulan
Perencanaan pendidikan adalah suatu proses intelektual yang berkesinambungan dalam menganalisis, merumuskan, dan menimbang serta memutuskan dengan keputusan yang harus diambil dan mempunyai konsistensi internal yang berhubungan secara sistematis dengan keputusan-keputusan lain dalam rangka mencapai tujuan  bersama yakni tujuan pendidikan nasional.
Suatu perencanaan pendidikan memerlukan pendekatan agar terlaksana secara sistematis dan terorganisir untuk mencapai apa yang diharapkan. Ada beberapa perencanaan pendidikan yaitu : 1) Pendekatan tuntutan sosial adalah kumpulan tuntuntan yang umum untuk memperoleh pendidikan, yakni jumlah dari tuntutan individu akan pendidikan di suatu tempat, pada suatu waktu tertentu, di dalam suatu budaya politik dan ekonomi tertentu. 2) Pendekatan ketenagakerjaan merupakan pendekatan yang mendisain perencanaan pendidikan dikaitkan dengan pengembangan tenaga manusia melalui pendidikan, guna memenuhi tuntutan kebutuhan sektor perekonomian. 3) Pendekatan keefektifan biaya adalah suatu pendekatan yang menitikberatkan pada keseimbangan antara keuntungan dan kerugian. 4) Pendekatan integratif sering disebut dengan pendekatan sistemik atau pendekatan sinergik.
3.2.  Kritik dan Saran
Demikianlah makalah ini diselesaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi para para pembaca khususnya bagi kami selaku penulis. Kelebihan dan kesempurnaan adalah hanya milik Tuhan semata. Jika ada kekurangan dan kesalahan itu dikarenakan kekhilafan penyusun makalah ini. Untuk itu kiranya memberikan saran dan kritikan yang membangun. Serta arahan dan bimbingan dari semua pihak, terutama dari Dosen Pembimbing

DAFTAR PUSTAKA
Sa’ud, S. dan Makmun A,S. 2007. Perencanaan Pendidikan, Suatu Pendekatan Komprehensif. Remaja Rosdakarya. Jakarta
Usman, H. 2008. Manajemen Teori Praktik dan Riset Pendidikan.Bumi Aksara. Jakarta
Abin, S. Makmun, dkk. 2001. Perencanaan Pembangunan Pendidikan. Depdiknas. Jakarta.
Asrin. 2011. Perencanaan Pendidikan


3 komentar:

 
Terima kasih telah berkunjung di blog kami :) Semoga anda senang :)
- See more at: http://blogharun26.blogspot.co.id/2013/07/cara-membuat-tulisan-berjalan-melayang.html#sthash.BwtWBqhY.dpuf